Yabdhi.com – Di masa sekolah biasanya tiap siswa memiliki sosok teman yang dia anggap sahabat sejati, walau kebanyakan berjenis kelamin yang sama, tapi tidak jarang sahabat itu dari jenis kelamin berbeda.
Tak jarang kisah persahabatan itu berlanjut menjadi cinta hingga ke pernikahan di masa dewasa karena seringnya berinteraksi, sebagaimana istilah “Tresno Jalaran Suku Kulino“.
Namun juga tidak jarang hanya salah satu saja yang jatuh cinta hingga menjadi kenangan tak terlupakan. Atau keduanya sama sekali tidak memiliki rasa ketertarikan, tapi tetap bersahabat secara tulus dan menghormati batas-batas antar lawan jenis setelah masing-masing menikah.
Aku merasa memiliki sahabat sejati demikian yang berbeda lawan jenis. Namun tidak tumbuh rasa cinta di hatiku padanya. Karena pada saat yang sama aku jatuh cinta pada orang lain sepanjang masa sekolah. Sehingga aku benar-benar tulus bersahabat dengannya hingga seolah dia kuanggap seperti saudaraku.
Dia adalah teman yang sering duduk di belakang ku sejak SMP hingga SMA. Sosok gadis berwajah manis, bertubuh padat berisi, berkulit putih bersih, dengan rambut lurus. Aku mengenalnya sebagai sosok yang bawel, tidak segan untuk marah-marah, ceplas-ceplos dan blak-blakan.
Namun di balik sikap garangnya, dia adalah gadis yang pemalu, baik hati, suka berbagi dan tulus. Mungkin aku sering berkonflik dengannya tapi selayaknya anak-anak, kami dengan mudah berdamai kembali. Kondisi itu terus berlanjut hingga SMA, hingga kami telah terbiasa cepat berdamai jika berkonflik.
Sahabat yang Jujur dan Pemberi Nasihat yang Baik
Jika sikapku salah menurutnya, dia dengan gampang menjelaskan kesalahanku lalu memberi saran bagaimana sebaiknya. Aku yang keras kepala terkadang tidak terima dinasihati dan menyerang balik dengan kata-kata umpatan “Dasar cewek bawel, cerewet!“.
Saat berinteraksi di sekolah, kami sering seperti kucing dan anjing, saling menyalak. Tapi lekas berdamai karena hidup bertetangga.
Salah satu momen yang kuingat adalah saat aku diminta berdiri oleh guru Bahasa Inggris, kemudian mengajakku ngobrol dalam bahasa Inggris, untuk menguji kemampuanku berbicara dalam bahasa inggris. Karena aku selalu mendapat nilai 100 saat ulangan.
Aku bisa menjawab semua pertanyaan yang diutarakan guru itu, tapi aku sangat grogi hingga mukaku pucat. Mengingat bahasa Inggris bukanlah bahasa Ibu dan aku belum terbiasa menggunakannya dalam percakapan.
Setelah aku duduk, dia langsung memberi penilaiannya padaku bak seorang juri. Aku ingin segera naik pitam tapi aku tak bisa membantah kebenaran perkataannya.
“Gemetar kamu yan, mukamu sampai pucat pasi“, ujarnya sambil tertawa cekikikan. Aku geram tapi tak bisa membantah, karena itu benar seperti yang kurasakan.
Dalam hati aku ngomel, “Dasar bawel, apa-apa dikomenin“. Tapi yang keluar dari mulutku adalah pengakuan, bahwa aku memang demam panggung.
Mengerti Masalah Teman
Setiap jam istirahat di kelas 2 SMA, dia dan teman-temannya selalu membeli pempek di kantin, dan makan di kelas. Bau khas bawang putih dari cuka pempek menyengat hidungku. mulanya ku tahan, tapi lama-lama aku tidak sabar.
“Kalian ini makan pempek terus, baunya aku tidak tahan“, ucapku ketus.
Dengan enteng dia menjawab, “Halah, bilang saja mau minta. Kalau gak ikut makan memang baunya bikin pusing, makanya ini kamu makan juga biar gak pusing bau cuka“.
Dia memahami masalahku dengan bau bawang putih dan memberi solusi. Itu adalah sikap teman yang ku nilai tulus.
Aku menolak, walau perutku menginginkan pempek itu. Karena kupikir, jika kuterima nanti aku ketagihan makan di jam istirahat, sementara aku lebih sering tidak punya uang jajan, karena uang yang kubawa hanya untuk ongkos angkot pergi dan pulang.
Kejadian itu sering berulang, hingga aku lebih sering tidak berada di dalam kelas saat jam istirahat. Tapi aku memang lebih suka berada di luar kelas saat jam istirahat, nongkrong di depan kelas lain karena ada orang yang spesial di hatiku di kelas tersebut.
Begitulah masa SMP dan SMA ku dengannya. Kami berteman baik, tapi sering berkonflik. Hingga saling melabeli bawel dan cerewet.
“Kalau aku cerewet wajar, aku kan cewek, nah kamu cowok kok cerewet, nyenyes“, itu yang sering ku dengar darinya.
Menjadi Pembelanya Saat Dia Diganggu
Teman semeja denganku adalah cowok yang nakal, suka usil, dan dia menyukai teman dekat ku itu. Hingga sering dia mengganggu dan merayunya.
Pernah suatu saat teman semeja ku marah karena dia yang ngomel-ngomel, hingga teman laki-laki itu memegang tangannya dengan keras. Dia menangis karena kejadian itu.
Aku berusaha menenangkannya, lalu aku memaksa teman ku untuk segera minta maaf padanya. Lalu akhirnya mereka berdamai.
Masa Setelah Lulus SMA
Saat acara perpisahan kelulusan SMA, aku bahkan tidak berusaha mencari-cari momen berfoto dengannya. Karena saking aku menganggapnya teman biasa.
Aku diterima masuk Universitas Sriwijaya, Jurusan Teknik Kimia setelah lulus SMA. Sementara aku tidak tahu dia memilih Universitas apa saat UMPTN, kemungkinan dia memilih Universitas di pulau Jawa. Namun dia tidak lolos UMPTN, sehingga akhirnya kuliah di Universitas Ahmad Dahlan, Jurusan Farmasi.
Di masa kuliah, komunikasi kami benar-benar terputus karena hingga tahun 2004, aku tidak memilik telpon seluler. Baru di tahun akhir kuliah, aku bisa membeli HP dan mendapatkan kontak teman-teman sekolahku.
Terhubung kembali dengannya membuatku exciting, musuh bebuyutan masa sekolah yang kurindukan percekcokan dengannya.
Kami berbalas SMS cukup intens, dia memberitahuku bahwa dia kuliah di UNPAD, kupikir itu Universitas Padjajaran Bandung, ternyata itu adalah plesetan untuk Universitas Ahmad Dahlan, Jogjakarta.
Mulai tahun 2004 itu, setiap momen lebaran kami bertemu sekalian bersama beberapa teman SMP dan SMA lainnya. Spot pertemuan adalah Bakso Mawar dan Bakso Goyang Lidah, di Jalan Nasional, Prabumulih.
Kami tidak berantem lagi dalam pertemuan itu. Walau terkadang keluar celoteh khasnya yang bawel. Di tahun itu, dia telah menjadi sosok akhwat berhijab lebar.
Kisah percekcokan kami di masa SMA menjadi bahasan pembicaraan. Juga mengenang teman-teman dan guru di masa sekolah.
Bertukar Hadiah Ulang Tahun
Aku dan dia lahir pada bulan yang sama, yaitu April. Dia lahir tanggal 16 dan aku tanggal 13 April di tahun 1982. Sehingga di momen ulang tahun, kami bertukar kado.
Aku lupa, apa hadiah Ultah yang kuberikan padanya, pastinya harganya murah karena aku tak berduit. Tapi pemberiannya aku ingat, dia memberiku sebuah buku agenda islami.
Buku itu kugunakan sebagai buku harian, dan kutulis di halaman depan, keterangan bahwa buku itu adalah pemberian sahabat sejatiku. Sayangnya aku tak menganggap itu sentimentil, hingga aku telah lupa dimana keberadaan buku itu.
Masa Mencari Kerja
Komunikasi kami tetap terjalin. Senantiasa mengabari kondisi hingga kami sama-sama lulus kuliah dan mencari kerja.
Saat aku telah mendapatkan pekerjaan pertamaku di Jakarta, dia belum mendapatkan pekerjaan.
Aku memberitahunya kalau aku di Jakarta. Kemudian dia juga mencari kerja di Jakarta. Dia menumpang di rumah pamannya di wilayah tangerang.
Kebetulan saat itu, aku telah mendapatkan fasilitas mobil kantor karena pekerjaanku yang berjudul “Sales Engineer“, sehingga aku bisa menjadi sopir antar-jemput. baginya jika dia perlu bantuan mencari alamat tempat interview kerja.
Pertama kali bertemu di Jakarta, kami janjian makan di Arion Mall, di jalan Pemuda, di dekat terminal Rawamangun, Jakarta Timur. Jika tidak salah, di hari minggu, sekitar akhir tahun 2006 atau awal 2007.
Aku mengantarnya mencari lokasi interview kerja. Kemudian aku mengantarnya pulang ke rumah pamannya di Tangerang. Tak kusangka ternyata jaraknya cukup jauh, yang berarti dia naik bus cukup jauh ke Rawamangun untuk bertemu denganku.
Seorang teman wanita dari SMP dan SMA yang sama juga mencari kerja di Jakarta. Sehingga kami bertiga sering bertemu di hari sabtu atau minggu. Sekedar makan siang, jalan-jalan di mall hingga ku antar mereka pulang ke rumah paman mereka masing-masing.
Karena jarak antara rumah paman kedua teman tersebut yang berjauhan, aku sering hingga hampir tengah malam sampai di kos-kosan ku, yang berada di Jalan Pemuda di area dekat UNJ.
Aku Pindah Kerja ke Riau
Setelah mendapatkan kerja baru di Riau, aku harus mengucapkan perpisahan dengan kedua teman itu. Karena aku tidak bisa lagi hang-out dengan mereka. Dia sempat kerja di Jakarta sepengetahuanku, sedangkan teman yang satu lagi lebih lama bekerja di Jakarta.
Komunikasi berlanjut hanya via hp, dan momen saat lebaran kami kembali bertemu di bakso goyang lidah atau Mie Manalagi di kota Prabumulih.
Hubungan Asmaraku yang Membuat Komunikasi renggang
Dalam masa kerja di Riau, di awal 2008, aku telah menjalin hubungan asmara dengan cinta pertamaku (yang sempat menolakku di akhir 2006 karena alasan dia telah punya kekasih). Beberapa kali kami bertemu termasuk ada dia dan kekasihku dalam hang out itu, karena kami sekolah di SMP dan SMA yang sama.
Sehingga dia mungkin mengetahui detail kerumitan hubungan asmaraku dengan salah satu temannya itu. Aku memutuskan membatalkan rencana menikah dengan sang wanita pujaanku itu, karena alasan yang ku pertimbangkan cukup lama.
Aku tidak tahu bagaimana persepsi dia terhadap keputusan ku, aku yakin dia mendapat penjelasan dan curhat dari versi mantan kekasih ku, karena mereka berteman dekat. Mungkin saja persepsinya menggambarkan aku adalah sosok antagonis dalam kisah asmara itu.
Sejak kejadian putus hubungan dengan kekasih ku itu, komunikasi ku dengannya juga menjadi renggang. Dia tidak lagi sering menanyakan kabarku.
Yang kuingat terakhir dia meminta penjelasan ku mengapa aku mengambil keputusan itu. Ku sampaikan versiku dan dia yang telah menjadi bijak mendoakan semoga itu adalah keputusan terbaik.
Dia adalah satu-satunya teman dalam genk hang-out itu yang masih berkomunikasi denganku, setelah kekacauan yang ku buat karena keputusanku itu.
Terlintas Pikiran Ku Pertimbangkan
Di tahun 2006, setelah ditolak oleh cinta pertamaku (yang pada tahun 2008 menerimaku), aku sempat merasa sangat kecewa dan putus asa. Lalu aku memutuskan mencari jodoh dengan mempertimbangkan beberapa wanita yang kukenal.
Dia adalah salah satu yang ku pertimbangkan, karena kami sudah sangat dekat. Tapi hatiku mengatakan bahwa aku takut menyakiti perasaannya jika ku sampaikan bahwa aku mempertimbangkan dia, tapi akhirnya tidak jadi.
Dia adalah sahabat sejati yang terlalu valuable untuk tersakiti. Dia adalah teman baik dan aku ingin tetap menjaganya demikian.
Dia Diajak Menikah dan Meminta Pendapatku
Di masa sama-sama masih jomblo setelah aku putus dari mantanku, dia sempat mengabari bahwa ada seorang lelaki yang berasal dari Jambi ingin mengajaknya menikah.
Dengan polosnya aku menyarankan agar dia menerima ajakan itu. Apalagi jika itu adalah lelaki baik-baik. Namun dia menyampaikan bahwa dia ragu. Karena ada beberapa hal yang kurang dia sukai dari lelaki itu.
Aku lupa tepatnya, jika tidak salah terkait pemahaman agama sang lelaki yang dinilainya kurang sesuai harapannya, atau pria itu masih merokok. Untuk mengambil keputusan, aku menyarankannya untuk sholat istikharah, dan dia mengambil keputusan untuk menolaknya.
Aku Menikah
Aku masih mengabarinya saat menemukan calon istriku yang akhirnya menikah denganku. Dia mengucapkan selamat walau tidak hadir di acara pernikahanku.
Setelah aku menikah, aku tidak lagi berkomunikasi dengannya, karena dia yang sangat pengertian memahami bagaimana menjaga jarak setelah temannya menikah.
Aku sempat kangen berkomunikasi dengannya. Bukan karena aku memiliki rasa hati padanya, tapi karena telah sering berinteraksi sebagai sahabat tanpa jarak psikologis sejak SMP hingga menjelang aku menikah.
Namun aku tak mau membuka celah percekcokan dengan istriku, karena berkomunikasi dengan teman yang merupakan lawan jenis. Walau dia ku anggap sama dengan teman lelakiku di masa SMP dan SMA.
Kabar Terakhir
Yang kudengar kabar dari adiknya, dia kini bekerja menjadi Apoteker di Kota Prabumulih. Hingga kisah ini ku tulis, yang ku ketahui, dia belum menikah, masih berstatus lajang.
Sungguh aku sedih mendengar kabar itu. Dia yang begitu baik dan berwajah manis itu, belum juga menemukan jodohnya.
Wrap Up
Itulah kisah persahabatanku dengan seorang teman yang kuanggap sangat spesial. Aku jatuh cinta pada salah seorang temannya yang juga satu SMP dan SMA, tapi aku tak berkomunikasi dengan gadis pujaanku itu sedekat aku berkomunikasi dengan sahabat dekatku itu.
Aku tidak tahu apakah dia mengalami Tresno Jalaran Suku Kulino padaku atau tidak karena intensnya komunikasi kami sejak SMP hingga masa bekerja.
Boleh jadi dia tidak merasa bahwa aku adalah sahabat sejati yang spesial baginya, tapi aku merasa persahabatan kami sangat lah spesial.
Semoga wanita beparas manis dan berakhlaq baik itu segera menemukan jodohnya. Walau tak lagi berkomunikasi, dia tetaplah sahabat sejati yang paling berkesan di masa sekolah bagi ku.
Jika dia membaca kisah ini, aku mohon maaf jika ada ceritaku yang tidak sepenuhnya tepat. Silahkan diluruskan di kolom komentar.
Semoga hidupnya penuh keberkahan dan kemudahan.
Wallahu’alam.
0 Komentar